Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

This Theme From:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selasa, 06 April 2010

Seputar Musibah Semburan Liar LPG Dari PSV Skidtank Di Bukit Khayangan Pangkalansusu

Oleh : Freddy Ilhamsyah PA

Pada tanggal 01 April 2010 sekitar pukul 21.45 WIB masyarakat kota Pangkalansusu digemparkan oleh suara letupan dan desingan keras bagaikan suara deruan mesin pesawat tempur jet super sonic yang membahana di udara kota Pangkalansusu. Beberapa menit kemudian menyusul bau busuk odoran merkaptan - bahan kimia sulfur yang dicampurkan ke LPG agar dapat terdeteksi apabila terjadi kebocoran pada tabung gas - yang menjalar dan menyelimuti sebagian besar udara pusat kota Pangkalansusu.

Menurut informasi, suara letupan dan desingan keras berasal dari PSV ( presure safety valve ) skidtank T 70 berkapasitas 3000 m3 di kawasan Tank Yard Bukit Khayangan Pangkalansusu milik Pertamina Gas Domestik (Gasdom) Region I Sumatera, Medan yang pada malam kejadian sedang melakukan pengisian ( loading ) elpiji dari kapal tanker AE Gas yang sandar di dermaga pengisian elpiji pelabuhan Pangkalansusu. Peristiwa tersebut berlangsung selama sekitar 45 menit.

Mengetahui telah terjadi semburan liar elpiji dari dari tanki “ telor “ - begitu sebutan masyarakat untuk skidtank elpiji di Bukit Khayangan Pangkalansusu - ribuan warga masyarakat berhamburan keluar dari rumah mereka untuk mengungsi ke tempat yang diperkirakan aman.

Mereka mengungsi karena selain tidak tahan mengirup bau busuk aroma merkaptan, masyarakat juga kawatir apabila terjadi kebakaran akibat adanya semburan liar elpiji tersebut. Di benak mereka terbayang, tanki elpiji ukuran 3 kilo meledak, rumah terbakar. Bagaimana pula jadinya kalau tanki elpiji berkapasitas 3000 m3 itu meletup dan disusul pula terjadi ledakan susulan dari 3 tanki kembar elpiji yang berada di samping tanki T 70. Kondisinya akan bertambah parah bila terjadi kebakaran dan kobaran api merembet ke beberapa tanki crude oil bercampur kondesat yang berada tidak jauh dari 4 tanki “telor” elpiji tersebut. Masyarakat jadi bertambah panik karena pihak petugas depot Gasdom Pangkalansusu lagi disibukkan sendiri oleh semburan liar elpiji tersebut, sehingga mereka tidak sempat untuk menenteramkan warga masyarakat yang berdomisili dekat TKP.

Untung ada Tim Penunjang Penanggulangan Keadaan Darurat (TPKD) PT Pertamina EP Field Pangkalansusu yang dipimpin oleh Ketua TPKD, Tergiah Sembiring yang juga menjabat sebagai Ka. Layanan Operasi PT Pertamina EP Field Pangkalansusu bersama petugas HSE PT Pertamina EP Field Pangkalansusu segera bertindak sesuai SOP OPKD ( Organisasi Penanggulangan Keadaan Darurat ). Tugas TPKD bertambah ringan ketika petugas Polsek Pangkalansusu dengan mempergunakan mobil patroli polisi berusaha menentramkan masyarakat. Mobil patroli tersebut keliling pusat kota sampai ke pinggir kota (Beras Basah, Alur Cempedak dan Sei Siur) mengimbau masyarakat untuk mematikan kompor dan jangan menimbulkan api terbuka. Sedangkan tim lainnya dari OPKD tidak tampak.

Sementara mobil pemadam kebakaran milik PT Pertamina EP Field Pangkalansusu siaga di Posko Sekuriti, tidak jauh dari TKP, dan beberapa petugas HSE bersama petugas sekuriti Pertamina EP di bawah koordinasi TPKD segera melakukan pengamanan jalan menuju TKP serta melakukan pendeteksian gas di beberapa titik rawan seperti di kompleks perumahan Pertamina di Puraka I dan di jalan Nurul Huda yang merupakan kawasan terdekat dari TKP.

Dari hasil pendeteksian dengan memperguna digital gas detection terdata gas sebesar 0,2 % di kawasan Puraka I termasuk di Poliklinik Pertamina EP Pangkalansusu dan jalan Nurul Huda. “ Ini masih dalam ambang batas,” kata Ka. HSE PT Pertamina EP Field Pangkalansusu, Syamsul Bahri saat penulis hubungi melalui telepon selular.
Sedangkan Field Manager PT Pertamina EP Pangkalansusu, H. Helmi Polin Sitorus - kebetulan sedang cuti dan berada di Semarang,- terus memantau dan memberi arahan serta berkoordinasi dengan petugas TPKD dan HSE Pertamina EP tentang kemungkinan terjadinya musibah susulan, misalnya kebakaran..

Permasalahnya
Dari hasil pemantauan penulis sejak terjadinya semburan liar elpiji pertama pada tanggal 24 Maret 2010 sekitar pukul 02.05 dini dari tanki/skidtank T 71 selama lebih kurang 2 menit, kejadian pada dini hari itu juga penulis laporkan kepada petugas Humas BBM Retail Region I Sumatera, Fitri Erika Ganie. Info sms dari Ka. Ops Gasdom kepada Erika yang kemudian meneruskannya kepada penulis yang isinya membenarkan adanya kejadian tersebut. Menurut sms itu, semburan liar elpiji terjadi ketika tanki tersebut membuka valvenya saat discharge kapal, dan sudah dilakukan penutupan valve n pengisian ke skidtank. Terusan sms tersebut penulis terima pada pukul 02.31:24
Sepuluh hari kemudian, tepatnya pada tanggal 01 April 2010 sekitar pukul 21.45 menit terjadi lagi peristiwa yang sama di skidtank T 70 yang berkapasitas 3000 m3. Ketika itu juga sedang dilakukan pengisian elpiji dari kapal tanker AE Gas – tanker yang sama ketika terjadinya semburan liar gas dari tanki T 71. Yang jadi pertanyaan, kenapa peristiwa yang sama dapat terjadi kembali ?

Pada malam kejadian, penulis menerima informasi yang simpangsiur. Ada yang mengatakan bahwa PSV Skidtank sudah lemah, dan ada pula yang mengatakan bahwa PSV-nya berada dalam kondisi prima. Nah, kalau memang benar bahwa kondisi PSV-nya masih prima bearti musibah tersebut terjadi human error. Kalau bukan human error , artinya PSV memang sudah tidak layak pakai.

Apapun alasannya, menurut pendapat penulis, musibah itu terjadi akibat keteledoran petugas terkait. Maaf, bukan maksud penulis mau mencari “ kambing hitam ” atau memvonis seseorang. Yang pasti musibah itu telah terjadi, dan syukur tidak sampai terjadi kebakaran. Kalau sampai itu terjadi kebakaran, maka areal tank yard Bukit Khayangan dan sekitarnya akan menjadi lautan api. Kobaran api akan sulit dipadamkan mengingat di kawasan itu ( Tempat Kejadian Perkara ) terdapat beberapa Floating Roof Tank berkapasitas 25.000 KL (kilo liter) yang berisi crude oil ( minyak mentah ) bercampur kondensat dan tanki berisi kondensat Salamander. Akibatnya, sumur minyak di Field Rantau, Field Pangkalansusu dan Salamander terimbas dampak yang maha dasyat. Sumur minyak mereka terpaksa ditutup karena hasil produksi mereka tidak dapat ditampung di tank yard Bukit Khayangan Pangkalansusu.

Kesimpulan dan Sumbangsaran
Bercermin pada musibah semburan liar elpiji dari PSV skidtank milik fungsi Gasdom Region I Sumatera yang terjadi sebanyak 2 (dua) kali hanya dalam kurun waktu 10 hari ( 24 Maret 2010 dan 01 April 2010 ), apapun alasannya, ini mencerminkan adanya keteledoran petugas di fungsi terkait ( depo gasdom Pangkalansusu ). Selain itu, pihak depo gasdom Pangkalansusu terkesan tertutup. Ini dapat ditela’ah dari beberapa statement yang simpangsiur, seperti yang sudah dijelaskan dalam lembaran sebelumnya.


Penulis dapat memahami hal tersebut, mungkin pada waktu itu petugas terkait sedang shock akibat terjadinya musibah tersebut. Namun alangkah baiknya, apabila sebelum mengeluarkan pernyataan kepada pihak ketiga terlebih dahulu berkoordinasi dengan para pihak yang lebih berkompeten, yaitu Ka. Ops Gasdom ataupun GM Gasdom, misalnya.
Sementara ada beberapa kalangan yang menyatakan sangat sulit untuk berkoordinasi dengan Fungsi Gasdom, terutama dalam hal memperoleh data dan informasi yang diinginkan oleh pihak internal maupun eksternal. Komunikasi dikesankan tertutup. Tertutupnya komunikasi dari TKP ke luar, mungkin disebabkan oleh alat komunikasi (HP) tidak diaktivkan karena kawatir terjadinya kebakaran akibat radiasi HP yang cukup besar. Kalau memang begitu adanya, kenapa tidak memakai radio atau HT (Handytalky) anti radiasi seperti yang dipergunakan saat melakukan lifting/mooring. Oh, kami tidak ada peralatan tersebut. Kenapa tidak disediakan ? Selain itu hendaknya di areal depo gasdom Pangkalansusu juga disediakan 2 (dua) unit mobil pemadam kebakaran. Jangan hanya mengandalkan damkar milik PEP Pangkalansusu. Penulis tidak tahu persisi, apakah damkar eks UP-I di Pangkalan Brandan masih berfungsi atau tidak.

Sedang untuk rekan-rekan di PT Pertamina EP Field Pangkalansusu hendaknya jangan ada lagi anggapan atau pernyataan yang menyebutkan bahwa itu milik Upms Region I Sumatera, bukan milik EP. Apakah tanki E dan F (Kapasitas 25.000 KL) serta tanki C 12.000 KL seterusnya yang berisi crude oil di kawasan itu bukan milik EP ? Kalau tanki elpiji terbakar, maka tanki crude oil kemungkinan juga akan ikut terbakar. Akibatnya, hal itu akan menjadi “ doom day ” bagi Field Pangkalansusu, Rantau dan Salamander karena produksi terpaksa dihentikan akibat tidak ada lagi tempat untuk menampung hasil produksi mereka.

Untuk menghidari terulangnya dua kejadian tersebut di atas, hendaknya para petugas gasdom terkait lebih teliti dalam memantau pengisian elpiji, baik dari kapal tanker ke skidtank maupun dari depo ke mobil tanki (roadtank), mengingkat seharusnya kasus tersebut tidak terjadi karena memang sudah pekerjaan rutin.
Contoh soal, kalau skidtank tersebut isinya ada setengah - sebelum dilakukan pengisian dari kapal tanker - untuk pengisian sampai full tank akan memakan waktu berapa lama, misalnya 5 jam, maka infokan kepada pihak kapal untuk menyetop pengisian pada 4,5 jam. Kemudian periksa alat pengukur isi di skidtank. Sudah pas ! Maka pindahkan pengisiannya ke skidtank lainnya yang masih kosong. Kalau didiamkan saja, maka terjadilah over capacity. Meledaklah PSV karena daya tahannya sudah over dosis.

Bukankah dalam satu bulan berlangsung sekitar 11 sampai 13 kali pengisian elpiji dari kapal tanker ke skidtank, dan muatan kapal tanker tersebut, baik Asean Gas, Natuna Gas maupun AE Gas yang akhir-akhir ini rutin mensuplai elpiji dari Tanjung Uban, isinya tidak kurang dari 1300 ton walaupun kapasitas muat kapal tanker itu sendiri mencapai 1800 ton.

Dari berbagai sumber data terpercaya yang berhasil penulis himpun dapat diketahui bahwa pada tanggal 23 Maret 2010 sekitar pukul 17.15 WIB kapal tanker AE Gas berbendera Indonesia melakukan pengisian elpiji ke skidtank Bukit Khayangan Pangkalansusu, dan sekitar pukul 02.05 tanggal 24 Maret 2010 terjadi letupan pada katup PSV tanki T 71 sehingga katup PSV terbuka dan menyemburkan elpiji sekitar 2 (dua) menit lamanya. Artinya, dalam kurun waktu selama sekitar 9 (sembilan) jam katup PSV terbuka oleh tekanan gas (LPG).

Sementara pada tanggal 01 April 2010 sekitar pukul 09.00 WIB tanker AE Gas start pengisian elpiji ke tanki T 71, dan ketika pengisian gas dari tanker ke tanki “telor” sudah berlangsung selama 12 jam lebih (pukul 09.00 sd. pukul 21.45 WIB), terdengar suara letupan yang disusul dengan suara desingan yang cukup keras bagaikan suara mesin pesawat tempur super sonic selama sekitar 45 menit. Elpiji bertekanan tinggi menyembur keluar dari katup PSV yang terbuka menyulang ke angkasa sehingga langit kota Pangkalansusu diselimuti kabut putih elpiji. Cahaya bulan yang terang benderang jadi memudar.

Dari beberapa fakta di atas, seharusnya kejadian pada tanggal 24 Maret dini hari dapat dijadikan semacam early warning untuk melakukan pengecekan kondisi tanki T 70 sudah seberapa banyak isi tanki tersebut. Sebab ketika pengisian elpiji sudah berlangsung selama 9 (sembilan) jam terjadi semburan liar elpiji dari katup PSV. Apa bila pemantauan terus dilakukan di alat pengukur, musibah tanggal 01 April lalu kemungkinan tidak terjadi.

Lebih sepuluh tahun penulis menetap dan tinggal di Puraka I, baru kali ini penulis mendengar ada terjadi semburan liar elpiji dari PSV skidtank. Artinya apa ? Jelas bahwa kasus tersebut merupakan human error. Kalau mau mengambinghitamkan peralatan, ya tetap human error. Apakah pihak terkait tidak mengetahui berapa limit masa layak pakai PSV tersebut yang direkomendasikan oleh pabrik ?

Semoga kejadian yang sempat menggeger warga Pangkalansusu dan sekitarnya tidak terulang lagi. Saat ini yang jelas, Pertamina/negara sudah dirugikan akibat terjadinya looses elpiji. Sedangkan warga masyarakat dirugikan baik secara finansial ( kedai makanan dan minuman ) stop jualan maupun non finansial (rugi semangat akibat sport jantung). Untungnya rumah ditinggal kosong tetap aman karena yang berniat jelek (menjarah) juga ikuit kabur/mengungsi, takut jadi korban elpiji.

Akhirnya penulis mohon maaf apabila ada beberapa kalimat yang mungkin dapat menyinggung perasaan pihak-pihak tertentu. Namun yang perlu dicatat bahwa tujuan penulis membuat tulisan ini adalah hanya sebagai kontrol sosial, bukan bermaksud menghakimi seseorang. Akan tetapi hanya sekedar mengingatkan agar para pekerja migas harus bekerja lebih ekstra hati-hati dalam melaksanakan kegiatan opertasional Pertamina yang memiliki risiko tinggi dan nyawa tarohannya. Lengah sedetik, hilang segala hasil kerja keras yang sudah dilakukan selama ini. Syukur kalau nyawa masih dapat diselamatkan. Kalau tidak, innalillahi wa’inna ilaihi ro-jiun. Ludes semuanya. Harta dan nyawa.

Pangkalansusu, 04 April 2010
Penulis,

Freddy Ilhamsyah PA

1 komentar:

jaya prana mengatakan...

setelah membaca berita ini saya dapat mengerti tentang (bahayanya kalo terjadi ledakan gas yang muatanya begitu besar)
terimah kasih pak freddy

Posting Komentar